Sejarah PGRI sebelum Kemerdekaan
Summary Sejarah PGRI Sebelum Kemerdekaan
1. pendidikan Indonesia pada masa penjajahan belanda
Keadaan pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sangat memprihatinkan baik dari segi pendidikan, guru, dan sekolahnya
2. Pendidikan dan sekolah
Pada jaman Protugis dan spanyol mulai didirikan sekolah-sekolah model baru, berlainan dengan sekolah-sekolah pesantren. Di sekolah ini tidak hanya diajarkan tentang agama namun juga diajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Sekolah-sekolah ini hanya berada di kepulauan Maluku sampai kedatangan VOC di Indonesia. VOC berkuasa di Indonesia pada tahun 1600-1800. VOC ini juga mengadakan sekolah-sekolah di daerah kekuasaan mereka seperti kepulauan Maluku, di beberapa pulau di kepulauan Sunda Kecil (Nusa Tenggara), di Batavia (Jakarta), dan di Semarang.
Pelajaran yang diberikan hanya terdiri dari agama, menyanyi, membaca, menulis dan berhitung. pada tahun 1684 diumumkan Undang-Undang Sekolah pertama, yang isinya antara lain :
· Untuk mendirikan sekolah harus seijin pemerintah
· Jam pelajaran sekolah jam 08.00-11.00 dan jam 14.00-17.00
· Dilarang adanya pelajaran campuran antara anak laki-laki dan perempuan
· Hari libur dan uang sekolah diatur pemerintah
· Sekolah-sekolah dimonitoring 2 kali setahun
Pada tahun 1778 dikeluarkan Undang-Undang yang baru, yang isinya antara lain :
· Tiap-tiap sekolah dibagi dalam 3 kelas
· Di kelas satu diajarkan membaca, menulis, berhitung, menyanyi, dan agama
Pada tahun 1800 VOC dibubarkan, Indonesia dijajah secara langsung oleh pemerintahan Belanda. Dalam bidang pendidikan hampir sama dengan VOC hanya sekarang pendidikan diperbanyak akibat pengaruh dari Liberalisme. Gubernur Jendral Daendels (tahun 1808-1811) memerintahkan kepada para Bupati di Jawa untuk mendirikan sekolah-sekolah pribumi.
Tahun 1830 Pemerintah Belanda memerintahkan kepada para Bupati dan Residen untuk mendirikan sekolah pribumi dengan mata pelajaran budi pekerti, membaca, dan menulis. Tahun 1850 pemerintah mendirikan Sekolah Dasar Missie (Zending) di Maluku, Manado, Timor, Jawa, dan Kalimantan. Tahun 1852 didirikan sekolah guru. Tahun 1867 didirikan Depertemen Pendidikan yang bertanggung jawab terhadap permasalahan pendidikan. tahun 1937 sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintahan Belanda adalah :
a. Sekolah desa
b. Sekolah kelas dua
c. Schakelschool atau Sekolah Penghubung
d. Hollands Inlandse School (HIS)
3. Nasib Guru pada Masa Hindia Belanda
Di bidang pendidikan diadakan bermacam-macam sekolah dasar, masing-masing untuk golongan tertentu. Umpama sekolah desa untuk golongan orang desa, sokolah dasar angaka II untuk rakyat biasa yang ada di kota, sekolah dasar berbahasa Belanda untuk anak-anak nigrat atau anak pegawai pemerintahan Hindia Belanda. Guru-gurunya tamtan bermacam-macam sekolah guru, seperti Sekolah Guru Desa, Normaalschool (NS), Kweekschool (KS), Hogere Kweekschool (HKS), Hollands Inlandce Kweekschool (HIK), Europase Kweekschool (EKS), Indische Hoofdacte dan sebagaimananya. Guru-guru ini mempunyai serikat sekerja masing-masing menurut ijasahnya. Perbedaan dalam pengajian dan kedudukan tersebut tidak jarang menimbulkan pertentangan antara golongan guru yang bermacam-macam itu, hal mana yang tidak menguntungkan dunia pendidikan.Oleh Pemerintahan Kolonial Belanda sengaja diciptakan golongan tinggi dan golongan rendah yang sangat mempengaruhi pergaulan antara golongan-golongan itu.
Kalau jarak antara golongan tinggi dan golongan rendah sudah begitu jauh, maka lebih besar lagi jarak antara rakyat dengan pembesar-pembesar. Siasat pecah belah ini diadakan di semua lapangan, di dalam gerakan-gerakan masyarakat, baik yang mengenai politik maupun yang mengenai sosial/ekonomi. Banyak para pemimpin pergerakan bangsa Indonesia ditangkap, di masukkan ke penjara atau dibuang keluar daerah (ke negeri Belanda, ke Bengkulu, ke Boven Digul/Iran dan lain-lain).Tndakan pemerintah pemerintahan Hindia Belanda ini mengakibatkan lemahnya kedudukan bangsa Indonesia pada umumnya di semua lapangan. Tetapi hal yang demikian ini lama-lama dapat dimengerti oleh rakyat berkat keberanian para pemimpin perjuangan. Lambat laun timbullah rasa kecewa pada rakyat terhadap pemerintah colonial yang diskrimintif dan memecah belah itu, baik yang terang-terangan maupun yang terselubung.
4. Perjuangan Guru Pada masa Penjajahan Belanda
Nama-nama Kartini, Dr. Sutomo, Raden Ngabehi Husodo, Ciptomangunkusumo, dan sederetan nama lain lagi, merupakan pecetus perjuangan melalui ideologi pendidikan untuk memperjuangkan nasib bangsa kita yang sangat sengsara di tapak kaum penjajah. Lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908 merupakan obor perjuangan dikalangan kaum terpelajar dan kaum priyayi yang secara sadar merasa terpanggil oleh jeritan nasib bangsanya yang menyedihkan.
Pada tahun 1908 itu juga berdiri organisasi buruh Vereniging van Spoor dan Tramweg Personeel in Nederlands Indie (VSTP) yakni satu organisasi buruh Tram dan Kereta Api, yang pada tahun 1923 mengadakan mogok kerja, membuat kalang kabutnya pemerintahan Belanda. Pada tahun 1912 berdiri sebuah organisasi agama, Muhammadiyah, di Yogyakarta. Diantara progamnya termasuk progam pendidikan.
Pada tahun 1912 para guru berhasil membentuk organisasi guru yang bersifat Unitaris yaitu Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHD) yang anggotanya terdiri dari guru-guru tanpa memandang perbedaan ijasah, status, tempat bekerja, dan agama atau kepercayaan. Salah satu kegiatan PGHD yang paling menonjol dalam bidang sosial adalah didirikannya Perseroan Asuransi Bumi Putera langsung dibawah PGHD pimpinan Karto Hadi Subroto., yang bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan guru sebagai anggota. Dalam perkembangannya perseroan ini akhirnya lepas dari PGHD.
Sebagai usaha untuk memperjuangkan nasib anggotanya, PGHD pada tahun 1930-an mencoba menggabungkan diri pada Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri (PVPN). PVPN merupakan perpusatan serikat sekerja pegawai negeri yang sejek pendiriannya berada di luar pengaruh partai-partai politik dan PVNP sendiri tidak mempunyai tujuan politik. Masuknya PGHD menjadi anggota PVNP diharapkan dapat memperjuangkan nasib guru. Beberapa usaha PVNP itu antara lain pada bulan Desember 1931 mengadakan rapat disertai oleh perkumpulan politik Budi Utomo, Pasundan, Sarekat Sumatra, Sarekat Ambon, Kaum Betawi, dan Jong Celebes, untuk memprotes rancangan pemerintah yang hendak mengadkan penghematan besar-besaran di lapangan pengajaran
Perkembangan berikutnya PGHD berganti nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) pada tahun 1933 sebagai akibat dari dikeluarkannya peraturan pemerintah mengenai sarekat sekerja pegawai negeri. Bertukarnya nama Hindia Belanda dengan nama Indonesia merupakan geledek di siang bolong bagi penjajah. Karena nama Indonesia termasuk istilah yang paling tak disenagi oleh penjajah Belanda, tetapi paling dirindukan dan diidam-idamkan setiap putera Indonesia, termasuk para guru.
Pada kongres ke-23 di Surabaya tanggal 2-6 Januari 1934, PGI yang telah mempunyai 20.000 anggota membicarakan kedudukan para guru berhubungan dengan krisis dan penghematan gaji pegawai negeri.
Perjuangan PGI itu tidak seluruhnya berjalan mulus, Persatuan Guru Bantu (PGB) pada bulan Juli 1934 mengundurkan diri dari PGI karena dianggap kurang tegas didalam mempertahankan kepentingan golongan Guru Bantu. PGB menyalahkan sikap PGI dengan diberlakukannya peraturan gaji baru oleh pemerintahan yang sangat menjatuhkan kedudukan dan gajinya. Meskipun PGB mengundurkan diri, perkumpulan guru-guru lainnya tetap bersatu dalam PGI., antara lain PGAS, VOB, Oud Kweekschool Bond (OKSB), PNS, dan HKSB. Kongres PGI ke-25 tanggal 25-29 Novemper 1936 di Madiun, isinya menentang maksud pemerintah untuk memindahkan urusan pengajaran dari tangan pemerintahan pusat ke tangan pemerintahan daerah, berhubung kurang perlengkapan dan terbatasnya keuangan pemerintah daerah, dan dikhawatirkan dapat berakibat pada kemunduran pengajaran. Di dalam kongres PGI ke-26 yang diadakan pada bulan Nopember 1937 di Bandung bertepatan dengan peringatan dua puluh lima tahun berdirinya PGI, dirumuskan supaya diadakan wajib belajar.
5. keadaan pendidikan pada masa penjajahan Jepang
6. Perjuangan Guru pada masa penjajahan Jepang
Perkembangan pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekan atau pada saat masa penjajahan belanda maupun jepang mengalami beberapa kemajuan diantaranya mulai didirkannya beberapa sekolah sekolah oleh pemeritahan belanda maupun jepang. Pada masa penjajahan belanda ataupun jepang guru mendapatkan tempat tertinggi di lingkungan masyarakat dimana guru mendapatkan penghargaan serta penghormatan dan juga guru dianggab sebagai panutan bagi masyarakat.
Dalam bulan Februari 1942 tentara Jepang menduduki Indonesia. Pertahanan sekutu yang bernama ABCD front di Asia Timur, berantakan tak berdaya menghadapi bala tentara Dai Nippon. Pemerintahan tentara pendudukan Jepang melarang pengunaan bahasa Belanda dan Ingrris. Diperintahkannya agar disampaing bahasa resmi di sekolah-sekolah dan bahasa Jepang dipelajari dan diajarkan juga.
Lagu Indonesia Raya diperbolehkan disamping lagu Kimigayo. Akan tetapi semua perkumpulan atau perserikatan dilarang. Jadi PGI pun tak berdaya. Kebudayaan Indonesia dihormati mereka karena Jepang menganggap dirinya saudara tua pemimpin Asia.
Bulan September 1942 Pemerintahan Jepang mulai membuka Sekolah Menengah Pertama dan Atas, termasuk sekolah-sekolah kejuruan termasuk seperti “Sihan Gakko” (Sekolah Guru), “Kasei Jo Gakko” (Sekolah Kepandaian Putri) dan lain-lain.
Guru-guru Indonesia dengan semangat kebangsaan masih tetap bekerja di bawah pemerintahan Belanda. Di Ibu Kota Indonesia Jakarta, Amin Singgih mendirikan perserikatan dengan nama “GURU” bersama kawan-kawannya untuk memberikan teladan nyata bahwa guru-guru Indonesia itu tetap memupuk rasa kesatuan Nasional. Peristiwa ini terjadi dalam tahun 1943. Dalam tahun 1943 juga Sdr. Gustam Effendy, Adnam dan Hamid mendirikan perkumpulan kesenian yang bernama “kesta” (Kesenian kita). Wadah ini banyak mengumpulkan uang menyokong Pemerintah militer Jepang. Akan tetapi pada awal revolusi Indonesia dalam bulan Agustus sampai dengan Desember 1945 banyaklah “kesta”ini mengumpulkan uang yang disumbangkan kepada Fonds Kemerdekaan Inonesia di kota Palembang.
6. Perjuangan Guru pada masa penjajahan Jepang
Jepang mulai menguasai dan menjajah Indonesia sejak belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati (Bandung) tanggal 8 Maret 1942. Sejak saat itulah penjajahan bangsa Belanda terhadap bangsa Indonesia berakhir untuk selama-lamanya. Lepas dari bangsa Belanda, Indonesia jatuh ke tanggan Jepang selama tiga setengah tahun (Maret 1942 – Agustus 1945) Indonesia dijajah Jepang.
Bagi Jepang, guru dipandang sebagai orang yang sangat dihormati. Sang guru mendapat kehormatan dengan julukan Sensei, yang mempunyai kedudukan sosial yang sangat dihormati.
Berbeda dengan masa panjajahan Hindia Belanda dimana guru-guru membentuk wadah organisasi PGHD atau PGI sebagai wadah perjuangannya, pada zaman penjajahan Jepang dapat dikatakan tidak ada wadah yang menaunginya. Organisasi guru secara khusus tidak dapat hidup seperti juga partai-partai atau organisasi masa Indonesia selain yang bukan ciptaan Jepang.
Sikap para pejuang bangsa Indonesia termasuk para guru, dalam bentuk luarnya tidak berbuat apa-apa kecuali mengikuti apa yang dikehendaki oleh Jepang. Tetapi secara illegal secara cermat memanfaatkan setiap ada kesempatan untuk malawan Jepang. Jadi para tokoh-tokoh perjuangan termasuk para guru cara berjuangnya yaitu secara legal dan illegal.
Secara legal menempuh bekerja sama dengan Jepang yaitu menduduki lambaga-lembaga pemerintahan dan menjadi guru di sekolah-sekolah yang didirikan oleh Jepang, serta menduduki organisasi-organisasi buatan Jepang. Sedangkan yang bergerak secara illegal berjuang menurut caranya sendiri-sendiri mereka bergerak lebih berhati-hati agar tidak diketahui oleh Jepang.
Perjuangan para guru dan semua rakyat indonesisa semakin berhasil. Jepang semakin terdesak oleh Sekutu, Jepang terpaksa lebih mendakati pada rakyat Indonesia yaitu menyanyikan kemerdekaan, apabila rakyat Indonesia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu/Amerika, Britisch, China, dan Dutch.
Kalau dicermati dengan sungguh-sungguh perjuangan para guru pad masa penjajahan Jepang, maka para guru berjuang sangat hati-hati menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Kadang-kadang non koperasi, kadang-kadang koperasi, kadang-kadang legal, dan kadang-kadang illegal.
Perkembangan pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekan atau pada saat masa penjajahan belanda maupun jepang mengalami beberapa kemajuan diantaranya mulai didirkannya beberapa sekolah sekolah oleh pemeritahan belanda maupun jepang. Pada masa penjajahan belanda ataupun jepang guru mendapatkan tempat tertinggi di lingkungan masyarakat dimana guru mendapatkan penghargaan serta penghormatan dan juga guru dianggab sebagai panutan bagi masyarakat.
Namun dibalik penghargaan serta penghormatan tersebut guru mengalami beberapa penderitaan yang begitu mendalam, pada masa itu guru juga mengalami masa-masa sulit didalam memperjuangan kesejahteraan rakyat dan kemerdekaan Indonesia.
Namun dengan seiring berjalannya waktu sekarang perjuangan guru pada masa penjajahan sudah tidak ada artinya lagi, dimana guru jaman sekarang sudah tidak dihargai lagi, jangankan guru para penjuang saja banyak yang hidupnya masih kurang layak bahkan para pejuang kita banyak yang menghabiskan masa tua merekan dengan taraf hidup yang masih memperihatinkan termasuk juga dengan para guru , sekarang guru sudah tidak lagi mendapatkan kedudukan tertinggi di lingkungan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar