Minggu, 01 Juli 2018

Sejarah PGRI Sesudah Kemerdekaan

Sejarah PGRI Sesudah Kemerdekaan

1.      PGRI pada Masa Perang Kemerdekaan (1945-1949).
a.      Lahirnya PGRI
Proklamasi 17 Agustus 1945 mempunyai efek sangat besar terhadap seluruh pejuang kemerdekaan, pendiri Republik ini dan juga para guru pada kurun waktu pasca tahun 1945.Dalam situasi perjuangan melawan sekutu itulah, dilangsungkan Kongres Pendidik Bangsa pada tanggal 24-25 November 1945.Kongres I berlangsung tepat 100 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan.Kongres ini diselenggarakan di Sekolah Guru Putri (SGP) di Surakarta, Jawa Tengah, yang digerakkan dan dipimpin oleh para tokoh guru, Dari kongres itu lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
Lahirnya PGRI telah menghapus segala bentuk perpecahan di antara kelompok guru akibat perbedaan ijazah di lingkungan pekerjaan dan lingkungan daerah, aliran politik atau perbedaan agama dan suku. Kongres PGRI I telah merumuskan 4 tujuan mulia PGRI, yaitu: .
1)   Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
2)   Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran dengan dasar kerakyatan.
3)   Membela hak dan nasib buruh umumnya, serta hak dan nasib guru khususnya.
4)   PGRI merupakan organisasi pelopor perjuangan.
  
b.      Kongres II PGRI di Surakarta 21-23 November 1946
Perang kemerdekaan yang berlangsung sejak 1945-1949 ini merupakan masa sulit yang turut menguji kebulatan tekad anak bangsa untuk mempertahankan kemerdekaannya, termasuk para guru.Di tengah situasi politik dan keamanan yang bergejolak, PGRI melakukan kongres II pada tanggal 21-23 November 1946 di Surakarta. Kongres II ini menghasilkan 3 tuntutan yang diajukan kepada pemerintah, yaitu:
1)   Sistem pendidikan agar dilakukan atas dasar kepentingan nasional
2)   Gaji guru supaya jangan dihentikan
3)   Diadakannya Undang-undang Pokok Pendidikan dan Undang-undang Pokok Perburuhan.

c.       Kongres III PGRI di Madiun 27-29 Februari 1948
Kongres PGRI III diselenggarakan di tengah berkecamuknya perang kemerdekaan, yaitu pada tanggal 27-29 Februari 1948 di Madiun. Kongres yang berlangsung dalam suasana darurat menghasilkan keputusan:
1)   Menghapus Sekolah Guru C (SGC), yaitu pendidikan guru 2 tahun setelah sekolah rakyat.
2)   Membentuk komisariat-komisariat daerah pada setiap keresidenan.
3)   Menerbitkan majalah “Sasana Guru” (Suara Guru)

2.      PGRI pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959).
a.      Kongres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950.
Kongres PGRI IV di Yogyakarta ini diselenggarakan pada tanggal 26-28 Februari 1950.Dalam kongres ini Pejabat Presiden RI Mr. Asaát, SH memuji PGRI.Menurutnya PGRI merupakan pencerminan semangat juang para guru sebagai pendidik rakyat dan bangsa

b.      Kongres V PGRI di Bandung 19 – 24 Desember 1950
Kongres V di selenggarakan di Bandung pada tanggal 19-24 Desember 1950. Kongres V diadakan 10 bulan setelah kongres IV di Yogyakarta, selain untuk menyongsong Lustrum I PGRI, juga untuk merayakan peleburan SGI/PGI ke dalam PGRI dan dapat dikatakan sebagai “Kongres Persatuan”. Untuk pertama kalinya cabang-cabang yang belum pernah hadir sebelumnya pada akhirnya datang.
c.       Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952
Kongres PGRI VI diselenggarakan pada tanggal 24-30 November 1952 di Malang, Jawa Timur. Dalam kongres ini PGRI telah mencapai banyak kemajuan yang pesat, hal ini mengakibatkan pengakuan dan penghargaan masyarakat terhadap organisasi PGRI, tetapi dipihak lain telah menarik perhatian dan keinginan sementara partai politik untuk menguasai PGRI guna kepentingan politiknya.

d.      Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954
Kongres VII diselenggarakan pada tanggal 24 November –1 Desember 1954 di Semarang.

e.       Kongres VIII PGRI di Bandung 1956.
Kongres PGRI VIII diselenggarakan pada bulan Oktober 1956 di Bandung.Kongres ini dihadiri hampir oleh semua cabang PGRI Indonesia.Suasana kongres ini mulanya sangat meriah, namun sewaktu diadakan pemilihan Ketua Umum PB PGRI keadaan menjadi tegang.Pihak Soebandri menambahkan kartu pemilihan (kartu palsu) sehingga pemilihan tersebut di batalkan dan diulang kembali menggunakan kartu yang baru.Kongres PGRI VIII ini juga menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Pendidikan.

f.       Kongres IX PGRI 31 Oktober – 4 November di Surabaya 1959.
Pada kongres IX di Surabaya bulan oktober /November 1959, soebandri dkk melancarkan politik adudomba diantara para kongres, terutama pada waktu pemilihan Ketua Umum.Usaha tersebut tidak berhasil, ME.Sugiadinata terpilih lagi sebagai Ketua Umum BP PGRI.

3.      PGRI pada Masa Orde Lama / DemokrasiTerpimpin (1959-1965).
a.      Lahirnya PGRI Non-Vaksentral/PKI.
Periode tahun 1962-1965kongres ke X di selenggarakan dan merupakan episode yang sangat pahit bagi PGRI.Kongres PGRI X ini diselenggarakan di Glora Bung-Karno, Jakarta pada bulan Oktober 1962.Dalam masa ini terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI yang lebih hebat dibandingkan dengan pada periode sebelumnya.Penyebab perpecahan itu bukan demi kepentingan guru atau profesi guru,melainkan karena ambisi politik dari luar dengan dalih(pembentukan kekuatan dan panggunaan kekuatan).
b.      Pemecatan Massal Pejabat Departemen PP&K (1964)
Pidato inagurasi Dr. Busono Wiwoho pada rapat pertama di Majelis Pendidikan Nasional (Mapenas) dalam kedudukannya sebagai salah satu wakil ketua, menyarankan agar Pancawardhana diisi dengan moral “Panca Cinta”.Sistem pendidikan pancawardhana dilandasi dengan prinsip-prinsip: Perkembangan cinta bangsa dan cinta tanah air,moral nasional / internasional/ke agamaan, Perkembangan kecerdasan, Perkembangan emosional-artistrik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin, Perkembangan keprigelan atau kekerajinan tangan dan, Perkembangan jasmani. Sedangkan Moral panca cinta meliputi: Cinta nusa dan bangsa, Cinta ilmu pengetahuan, Cinta kerja dan rakyat yang bekerja, Cinta perdamaian dan persahabatan antar bangsa-bangsa, Cinta orang tua.
c.       Kedudukan PGRI Pasca-Peristiwa G30 S/PKI
Periode tahun 1966-1972merupakan masa perjuangan untuk turut menegakkan Orde Baru, penataan kembali organisasi, menyesuaikan misi organisasi secara tegas dan tepat dalam pola pembangunan nasional yang baru memerlukan pemimpin yang memiliki dedikasi yang tinggi, kemampuan manajerial yang mantap, dan pengalaman yang mendukang. Mengenai kedudukan PGRI sendiri, sejak kongres VII di Semarang tahun 1954 ditegaskan, bahwa PGRI adalah organisasi Non-Vaksentral yang kemudian dipakai kembali oleh PKI dengan arti yang dimanipulasi ketika mendirikan PGRI Non-Vaksenstral tahun 1964 yang berbeda-beda dengan PGRI-Kongres. PGRI mencoba turut dalam memprakarsai dan menghimpun organisasi-organisasi pegawai negeri dalam bentuk Rapat Kerja Sama (RKS), kemudian PGRI keluar setelah lembaga tersebut dimasuki dan dikuasai PKI

d.      Usaha PGRI Melawan PGRI Non-Vaksentral/PKI
Untuk menyelamatkan pendidikan dari berbagai perpecahan di kalangan guru, Presiden Soekarno turun tangan membentuk Majelis Pendidikan Nasional yang menerbitkan Penpres (Penetapan Presiden) No. 19 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila sebagai hasil kerja dari Panitia Negara untuk Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana. Dengan turun tangannya pemerintah, memang ketengangan sedikit berkurang, akan tetapi bagi PGRI Penpres tersebut tidak berhasil mempersatukan kembali organisasi ini, karena perpecahan yang terjadi dalam organisasi ini berakar pada landasan ideologi yang sangat prinsipil, sungguh perpecahan tersebut adalah peristiwa yang sangat pahit bagi PGRI.

4.      PGRI Pada Masa Orde Baru (1967-1998).
a.       Kesatuan aksi guru Indonesia (KAGI).
b.      Kongres XI 5-20 Maret 1967 di Bandung
c.       Konsolidasi organisasi pada awal orde baru.
d.      Kongres ke XII 29 Juni-4 Juli 1970 di Bandung.
e.       Kongres ke XIII 21-25 November 1973 di Jakarta.
f.       Kongres ke XIV 26-30 Juni 1979 di Jakarta.
g.      Kongres ke XV 16-21 Juli 1984 di Jakarta.
h.      Kongres ke XVI 3-8 Juli 1989 di Jakarta.
i.        Kongres ke XVII 3-8 Juli 1994 di Jakarta.
j.        Kongres XVIII 25-28 November 1998 di Bandung.

5.      PGRI pada Masa Reformasi (1999-sekarang).
a.      Kongres XIX 8-12 juli 2003di Semarang.
Kongres PGRI ke XIX diselenggarakan pada tanggal 8-12 juli 2003 di Hotel Patra Jasa Semarang, Semarang.
b.      Jati Diri PGRI
Jati diri PGRI adalah organisasi perjuangan, organisasi profesi dan organisasi ketenagakerjaan. Sedangkan sifat PGRI adalah Unitaristik: tidak mengandung perbedaan ijazah, tempat kerja, kedudukan, agama, suku, golongan, gener, dan asal usul. Independen: kemandirian dan kemitrasejajaran dengan pihak lain. Non partai politik: bukan bagian atau berafiliasi dengan partai politik. Semangat: demokrasi, kekeluargaan, keterbukaan, tanggung jawab etika, moral, serta hukum. Jati diri PGRI memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
NasionalismeDemokrasiKemitraanUnitarismeProfesionalismeKekeluargaanKemandirianNon Partai Politik, dan Jiwa, Semangat serta Nilai-nilai ’45.
c.     Visi dan Misi PGRI
Visi :
Terwujudnya organisasi mandiri dan dinamis yang dicintai anggotanya, disegani mitra, dan diakui perannya oleh masyarakat. PGRI didirikan untuk mempertahankan kemerdekaan, mengisi kemerdekaan dengan program utamadi bidang pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memperjuangkan kesejahteraan bagi para guru.
Misi :
1.  Mewujudkan Cita-citaProklamasi PGRI bersama komponen bangsa yang lain berjuang,yaitu berusaha secarakonsistenmempertahankan danmengisi kemerdekaan sesuaiamanat Undang undang Dasar 1945.
2.     MensukseskanPembangunan Nasional PGRI.
3. Memajukan Pendidikan Nasional PGRI selalu berusaha untuk terlaksananya sistempendidikan nasional, berusaha selalu memberikan masukan-masukan tentangpembangunan pendidikan kepada Departemen Pendidikan Nasional.
4. Meningkatkan Profesionalitas Guru PGRI berusaha dengan sungguh-sungguh agar gurumenjadi profesional sehingga pembangunan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupanbangsa dapat direalisasikan.
5.      Meningkatkan Kesejahteraan Guru Agar guru dapat profesional.

Perjuangan guru setelah kemerdekaan sudah tidak diisi lagi dengan perjuangan fisik mengakat senjata melainkan sudah diisi dengan berbagai kegiatan di bidang  pendidikan. Para guru yang  dahulunya tidak diakui sepenuhnya sebagai profesi pada akhirnya diakui sebagai salah satu profesi setelah adanya pencanangan guru sebagai profesi  dari presiden susilo bambang yudhoyono pada tanggal 2 desember 2004. Setelah adanya pencanangan guru sebagai profesi. Maka seorang guru harus memberikan kontribusi yang begitu besar serta berusaha memberikan yang terbaik bagi pendidikan di Indonesia, dengan kata lain maka seorang guru harus berwawasan, bermoral, kreatif, professional, kompeten dan dapat menjadi sebagai pendorong perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar